Usianya kini tidak lagi muda, lebih dari 75 tahun,asam garam, pahit getir kehidupan telah dijalaninya. Meskipun seharusnya menurut S.O.P yang ada di sekolah kami, sudah 17 tahun lalu kami pensiunkan. Tetapi tekad, semangat dan jejak perjuangannya yang tegar nan kokoh untuk terus mengabdi di dunia pendidikan ,khususnya di SMA Muhammadiyah 4 Andong, membuat kami memberlakukan istimewa kepadanya. Mbah met, biasa kami memanggil namanya.

Lebih dari 25 tahun mengabdi,beliau menjadi saksi sejarah berdirinya SMA Muhammadiyah 4 andong sejak dari pondasi sampai “gumelar” seperti saat ini. Zaman terus bergulir dan silih berganti. Kepemimpinan diSMA ini telah empat-lima kali berubah, namun dia masih tetap setia mengabdi meskipun raga tak lagi muda, berjalan tak lagi sekuat sebelumnya.

Saking besar rasa cinta dan ketulusannya,tidak hanya dirinya yang mengabdi, diajaknya pula istri dan anak-anaknya untuk berkhidmat melayani semua warga di SMA ini. Bagi setiap generasi dan alumni SMA Muhammadiyah 4 andong,tentu tidak asing apalagi lupa akan sosoknya yang sederhana dan bersahaja. Ke mana-mana pergi, dengan sepeda ontel tuanya yang sudah buntut dan berkarat.

Seringkali sepedanya rusak karena dibuat mainan para siswa yang usil dan jail. Belum lagi kenakalan siswa yang makan diwarung kantin kecilnya, makan bakwan 3 biji,hanya bayar 1-2 biji. Beliau tahu tapi tetap memaafkan dan mengikhlaskan
” Mesakne pak, kersane mawon bocah ngelih ora due duit, mangkih Gusti Allah leh ngijol i “ Selorohnya enteng melihat penipuan anak-anak nakal di depan matanya. Beliau selalu hadir paling pagi, bahkan sebelum Mentari pagi terbit, beliau sudah stanby membersihkan lingkungan sekolah.

Bisa dihitung jari, saya bisa hadir mendahului kedatangannya. Pulangnya pun tak kalah fantastis,siap melayani sampai petang menjelang mentari terbenam. Tak mau kalah dengan kepala sekolah, belum berani pulang sebelum memastikan semua warga sekolah sudah tidak ada yang membutuhkan pelayanan. Baru pulang meninggalkan sekolahan, setelah seringkali saya minta mendahului saya yang memerintahkannya.

Posisinya sebagai tukang kebun, memang tidak pernah ada yang memperhitungkan, apalagi menghargai. “Hanya” dicari ketika tidak tersedia ada air minum dimeja ibu bp guru. Dicari ketika lingkungan terlihat kotor dan kumuh. “Kemana mbah met, kok ndak ada?” Dizaman yang serba instan dan pragmatis ini, keteladanan loyalitas bekerja sebagai ibadah menempanya untuk berdedikasi begitu besar, tanpa diminta sudah tanggap apa yang harus dilakukannya.

Ketika awal kami menjadi pelayan di Sekolah ini gaji yang diterima sekitar Rp500 rb/bulan. Waktu itu tidak ada guru karyawan di sekolah ini yang honornya 1 juta ,boro-boro UMR😂😇😭. Terakhir gaji yang diterima sekitar Rp. 700 ribu/bulan,(itupun sudah 2-3 kali kami sesuaikan sejak menjadi pelayan disekolah ini).

Dengan gaji yang begitu kecil, pekerjaannya dijalani berpuluh tahun tanpa berkeluh kesah,penuh ketekunan dan menjadi contoh pengabdian totalitas yang luar biasa. Ini bukan soal prestasi akademik, atau posisi kerja (Jabatan),tapi ini soal keteladanan, ketekunan, ketulusannya mengabdi dan dedikasi kerja.

Sudah Seharusnya dia mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dan layak disematkan “Longlife dedicated “ atas waktu yang telah dihabiskannya, usia produktif yang telah dikorbankan untuk melayani Insan pendidikan.

Terimakasih Mbah Met, sehat selalu …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *